TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Berita  

Jenang Suro, Tradisi Yang Terus Ada Hingga Sekarang

Jatim Aktual, Banyuwangi – Bulan Muharram adalah tahun baru umat muslim di seluruh dunia. Sedangkan dalam kalender Jawa ada bulan suro sebagai bulan pertama pada kalender Jawa. Bulan suro identik dengan hari-hari yang sakral bagi masyarakat Jawa, khususnya bagi masyarakat Desa Kota Banyuwangi. 20/08/2022

Pada bulan ini, kota Banyuwangi menggelar berbagai macam kegiatan rutin tahunan di bulan Suro, salah satunya seperti upacara adat yang digelar dilaut atau dikenal dengan sebutan petik laut. Dari mulai pantai Lampon, pantai Blimbingsari hingga di Kecamatan Muncar merupakan tempat yang bisa kita temui adanya upacara adat petik laut.

Petik laut merupakan bentuk syukur masyarakat wilayah pesisir terutama para nelayan atas apa yang telah mereka dapat selama satu tahun penuh ini, mereka mewujudkan rasa syukur tersebut dengan acara yang dikenal dengan sebutan petik laut.

BACA JUGA :  Upaya Pengembangan RSUD dr.Moh.Zyn Sampang Mendapat Dukungan dari Direktur RSUD Terbaik Dunia

Selain petik laut, tradisi yang bisa kita temui jika berkunjung ke Banyuwangi yaitu jenang Suro atau dalam bahasa Indonesianya dikenal dengan bubur Suro.

Jenang Suro ini merupakan makanan yang sering kita temui pada bulan Suro, hampir sebagian besar masyarakat pulau Jawa khususnya Banyuwangi jika memasuki bulan suro akan mengadakan tasyakuran dengan menggunakan jenang Suro sebagai hidangannya.

BACA JUGA :  Event Turnamen Bola Voli Terbuka Pervos Cup.02/08/2022 di Desa Sunggingsari

“Makanan yang dibuat dari beras yang dicampuri dengan kelapa ini sudah identik dengan acara-acara yang diadakan masyarakat Jawa wabil khusus kota Banyuwangi sendiri, dengan ditaburi toping seperti kacang, udang, irisan tempe, telur, tahu serta sedikit ada siraman santan biasanya diatasnya akan menambah gairah kita untuk menikmatinya” ujar Sari pembuat jenang Suro.

Tentunya dimasing-masing daerah akan memiliki resepnya sendiri-sendiri, sesuai dengan kondisi alam yang mereka miliki. Bagaimana manapun jenang Suro yang masyarakat sajikan, namun tetap dengan persamaan tujuan, yaitu sebagai ucapan terima kasih dan memohon perlindungan kepada sang pencipta dari berbagai macam marabahaya yang bisa dengan tiba-tiba ditemuinya. Selain itu, juga sebagai pengingat budaya turun temurun yang diwariskan oleh Para leluhur pendahulunya.

BACA JUGA :  Tabrak Lari di Jalan Raya Banten Lama Korban Tewas Ditempat

“Biasanya kami membuat jenang ini dengan minimal 2kg beras, karena selain kita sajikan untuk orang-orang yang ikut syukuran atau ngaji, ini juga kami bagikan kepada tetangga-tetangga sekitar, sehingga semuanya menikmati apa yang kami buat ini, begitu pun dengan tetangga-tetangga yang lain akan melakukan hal yang sama seperti yang kami lakukan” pungkas Sari. (Khd/Red)

Penulis: RedaksiEditor: Wulandari